Konten kali ini, sebenarnya hanya sekedar curhat. Atau celoteh, sebut saja begitu. Saya paham, kalau kita pembaca blog seharusnya tidak perlu kenal betul siapa dibalik blog (penulis atau penyaji konten). Namun, ada seorang pembaca blog yang mengatakan kalau saya plagiator alias tukang "copas." Bahkan ada teman dekat—teman lama, yang bilang kalau semua tulisan saya "sukar dipercaya." Begitu diajak ke kamar, liat koleksi buku, trus dibukain folder draft artikel-artikel, baru dia manggut-manggut.
Kali ini, saya juga menulis sejarah dari blog yang saya kelola. Tampilannya mirip dengan biografi. Namun, yang terpenting, saya ingin pembaca sedikit paham, sehingga tidak buru-buru bilang kalau "plagiator." Ini blog saya. Jadi saya nulis apa aja boleh, asal bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, dan tidak meresahkan banyak orang dengan menebar fitnah.
Sebelumnya ijinkan saya bercerita sedikit soal kebiasaan semasa duduk di bangku sekolah hingga lulus kuliah. Saya tidak suka mencontek. Plagiator hanya membuat menjadi kurang percaya diri terhadap hasil. Walaupun semua teman-teman dulu sering membujuk, saya lebih memilih "bunuh diri" daripada ikuti bujukan mereka dengan berbangga diri dari hasil nyontek waktu ujian. Saya memilih untuk mengosongkan jawaban, daripada nyontek berjamaah. Lebih suka dengan kemampuan apa adanya, daripada memaksakan diri hanya untuk mendapat nilai yang tinggi dengan cara kurang terpuji.
Dari itu saya meng-klaim, jika ada dalam blog ini yang isinya sama persis atau hampir mirip, mereka pasti mencontek. Atau mungkin, itu blog saya juga. Setidaknya saya punya sekitar 17 blog. Ada blog komputer, wireless, tentang bisnis, mebel, katalog skripsi, dan lain-lain yang tersebar pada wordpress, blogger, blogdetik, Opera blog (Opera), dan sebuah situs ber-domain. Tapi tidak ada satu pun yang berbau mesum. Hasilnya saya jadi bingung sendiri. Tiap bulan bikin konten "yang dipaksakan" namun bukan hasil jiplakan. So, tahun 2014 ini hanya fokus pada 9 blog saja—mungkin fokus hanya 3 utama. Blog utama, yang sedang kamu baca ini "100% buatan sendiri dibantu Google." Blog lain akan di-migrasi ke blog Zaman Research, atau akan dihapus. Semua tulisan yang sudah di-draft dari berbagai jenis, akan diposting secara berkala. Hingga pertengahan tahun, blog ini akan update, minimal 1 postingan secara otomatis (periodik).
Jenis Tulisan
Jujur, saya suka membuat artikel, terutama soal "Studi Islam." Juga sering latihan untuk membuat tutorial komputer, karena "tercemar" majalah Chips dan Infokomputer. Novel sudah jadi, tapi masih di-edit ulang, karena penerbit yang "kurang cocok". Cerpen-cerpen juga ada belasan. Setiap lomba cerpen, saya pun selalu ikut, walau hingga saat ini belum ada satu pun yang menang. Ini karena saya kurang suka dengan "puisi." Puisi dan cerpen sangat erat kaitannya dalam sastra.
Soal resensi buku, sebenarnya dulu terpengaruh lingkungan waktu di Jogja. Ada temen kost, yang tiap minggu dapat kiriman uang dari Kedaulatan Rakyat dari hasil resensi-nya. Saya selalu belajar—darinya—bagaimana menghadirkan resensi buku yang "di-inginkan" penerbit. Khutbah Jum'at, lalu tulisan yang berkategori lain—misalnya buletin jum'at saya pun buat sendiri. Saya berfikir, seorang atlit renang selalu latihan lari, senam, lompat tali, yang kadang sama sekali tidak ada hubungannya dengan renang dan air. Begitu juga dengan dunia literasi.
Sebagai tenaga pengajar, saya juga santai dalam membuat modul-modul. Menulis modul, hanya perlu waktu dan Izin dari yang Maha Kuasa. Modul kelak bisa dikumpulkan menjadi buku. Tapi sama sekali belum punya editor. Ahh… nasib..
Sampah
Sebetulnya blog saya tulis, adalah "sampah." Sampah dalam arti blog ini cuma sebatas blog. Blog yang semua orang boleh baca, boleh disalin, bahkan boleh dijiplak 100%. Tulisan yang "kita produksi" menjadi bebas nilai jika sudah diedarkan, ini menurut saya. Bebas nilai orang mau katakan seperti apa dan bagaimana. Jadi, "sampah" yang kamu baca dari blog ini—yang kurang lebih ada 70 artikel—mudah-mudahan jadi berguna. Jadi sedekah saya. Sedekah yang terbaik hingga akhir hayat.
Tulisan yang "bagus-bagus" tentu disimpan dalam hardisk. Ambisi untuk membuat buku "bermutu" sejak SMK dulu hingga sekarang masih berkobar. Menulis bagi saya sama seperti "membuang sampah" dari segala unek-unek yang bermuara pada kesehatan jiwa, lalu memagari nilai optimisme yang terus tumbuh.
Sejarah Literasi dan Akademisi
Kalau diingat waktu sekolah dulu, saya bukan anak cerdas (sama seperti sekarang). Hanya anak yang perlu 'perlakuan khusus' dan hidup di 'lingkungan tertentu.' Waktu SD nilai-nilai menjadi amburadul, yang pada waktu Mts (setingkat SMP) sudah terbayar dengan masuk kelas favorit hingga lulus. Bahkan sempat rangking 3 besar dari kurang lebih 350 orang siswa tiap angkatan.
Jenjang berikutnya, masuk ke SMK dengan jurusan otomotif. Bermasalah karena buta warna semi-permanen atau buta warna parsial seperti Mark Zuckerberg (penemu Facebook). Setelah ujian dari BMW cabang Sunter gagal (masih sekolah), akhirnya tahun ini lewat begitu saja—karena masalah kelistrikan otomotif yang terbentur dengan test buta warna. Sejak saat itu, saya putuskan untuk berhenti bermimpi menjadi insinyur teknik, konsultan teknik sipil, ahli kimia, atau menjadi dokter—terutama menjadi dokter hewan, apalagi dokter jiwa. Padahal sangat hobi dengan teknik—terutaman interior rumah, dan mulai sering membuat sketsa. Wajar, kalau ada karya 3D yang saya buat hingga sekarang.
Kegagalan di BMW membuat saya tertarik untuk main-main ke PERPUSDA setiap pulang sekolah. Saya membaca "Islam dan Doktrin Peradaban" milik Cak Nur. Lalu ikut dalam perbincangan soal metafisik antara al-Ghazali, Abdul Qodir Jaelani, dan terbuai dengan sastra Rumi. Karena baru usia 16 tahun, otak saya 'sekarat' tidak mampu menyerap apa yang mereka debatkan. Akhirnya hanya suka nulis diary. Jiwa cerpen, dan sikap yang melankolis barangkali yang akan mewarnai cerpen-cerpen made in saya. Di-usia ini juga sudah 2 tempat kursus komputer saya ikuti hingga selesai (1998-2000).
Tahun 2000-an, saya kerja di sebuah mall terkenal di Jakarta Utara sebagai tukang bersih-bersih (cleaning servis), kemudian pindah ke industri manufatur pembuatan sabun detergen. Semua detergen lebih didominasi pada warna putih. Saya senang, tidak ada test buta warna, meski menjadi operator.
Berikutnya saya putuskan untuk kuliah pada tahun 2003. Jurusan muamalat di salah satu PTN Jogja saya tekuni. Bukan asal ambil jurusan. Kata Cak Lontong, 'kalo kuliah ke UI, jangan ambil jurusan pulogadung. Tapi ambil Salemba, atau Depok.' Saya pun demikian. Sudah "matang"—tanpa menyebut kata "ahli" dalam fikih. Saya terbiasa dengan kitab-kitab gundul anak-anak pesantren, dan hafal Jur'miyah (standar ilmu nahwu), juga 1 Juz Qur'an (waktu itu).
Kuliah di jurusan pilihan sendiri memang nyaman dilalui. Jujur, saya lebih suka baca buku kalau di kelas, daripada mengamati materi yang dosen bawakan. Bagi saya, kuliah hanya mengulang semua pelajar fikih Islam yang sudah 6 tahun lebih, saya telah pelajari. Ilmu yang datang, tinggal simak sedikit, sampai di kost juga masih hafal. Kan' hanya mengulang saja. Itu kalau yang "berbau" agama. Apalagi soal hadis dan tafsir. Ada beberapa dosen yang menilai saya hanya anak STM Mesin yang kuliah hanya "ambil hikmah". Dosen yang lain kadang malah sebaliknya. "Kamu tidak perlu ujian, kalau bisa jawab pertanyaan saya, kamu A," kata seorang dosen. Saya dianggap bisa menjawab, dia pun penuhi nilai sesuai janji. Dosen-dosen itu mampu melihat saya dari 'sisi berbeda' sebagai mahasiwa.
Obsesi untuk "mengusai" komputer dan dunia literasi teringat kembali. Semester kedua, memulai karir pada divisi pers HMI, sekaligus menjadi ketua pers organisasi etnis. Tahun berikutnya, menjadi ketua divisi pers semuanya selama dua periode. Buletin "Angkringan" kami produksi. Dari mulai lay-out, menulis konten, hingga print dan distribusi, terpaksa saya lakukan seorang diri. Namanya, juga proses belajar.
Ikut seminar kepenulisan dan dunia jurnalistik, tapi hanya porsi yang sedikit. Saya tidak berminat untuk menjadi wartawan. Event pameran buku yang rata-rata ada talkshow dan lauching buku, jika di Jogja setahun 4 kali, hampir semua pameran buku dan pameran komputer saya pernah datangi di kota ini. Waktu itu ikutan talkshow M. Faudhil Adhim. Dia sempat bilang, "tulis saja apa yang ada dipikiranmu. Jangan malu-malu." Saya malah malu. Sebab, pikiran saya kadang kotor. Apa saya perlu menuliskan pikiran-pikiran itu?
Tahun 2004, sudah mulai membuat web. Cinta komputer dan dunia literasi membuat saja memaksa membuat web. Saya masih ingat, waktu itu baru ada Yahoo Page Builder atau Yahoo Site Builder (udah lupa). Susah, rumit, bandwith komputer lemot abis, desain web selalu berantakan. Tulisan pertama saya mulai dibaca orang. Dan ini menjadi tahun sejarah saya belajar bahasa web programming, hingga terseret ke dunia gelap cyber Jogja. Dunia yang berbeda jauh dari dunia tulis-menulis.
Kira-kira tahun 2005, saya sudah "ahli" merakit komputer. Dari mulai servis berat dan ringan, sudah saya geluti. Soal bayaran, lebih banyak menolak, atau menerima apa adanya. Saya senang membatu teman yang bawa bangkai ke kamar kost. Tanya mereka. Pasti inget. Barangkali sudah ratusan komputer yang dipegang anak lulusan otomotif ini. Mereka percaya komputer bisa jadi "bener" ditangani orang yang tepat, karena saya juga seorang blogger. Mereka membuka blog ini. Blog yang hadir di depan kamu (tahun 2006). Saya pun juga sudah mulai menjadi guru privat komputer. Tiap minggu selalu ada kelas. Bisa saya pahami, bahwa ada orang yang cepat belajar dan lambat pemahaman soal dunia komputer, jika mengingat "anak kursus" dulu.
Tahun 2005-2007 boleh dibilang tahun galau soal dunia akademisi. Soal keuangan, membuat saya sempat melakukan "pekerjaan berbahaya" yang terkait internet. Riset dunia wireless yang digawangi Onno W Purbo, telah banyak menjadikan "pendekar" 2.4 GHz di Jogja. Sinyal lewat di atas atap, langsung sadap dan disikat. Semua temen banyak tahu, 3.5 Tahun saya bisa internetan gratis dengan bandwith 4 MB yang waktu itu harganya masih 16 Juta/bulan. Tidak perlu ke warnet lagi, kalau hanya ingin akses internet. Dibalik kesulitan ada kemudahan.
Hingga menjelang akhir studi, saya dipersimpang jalan. Ilmu perbankan yang sudah digeluti, bercampur dengan "dunia komputer" yang sangat asik, bertarung sengit. Hingga akhirnya saya hanya menjadi tukang pulsa. Saya jualan di pinggir jalan untuk memenuhi kebutuhan studi dan bayar SPP. Obsesi yang tergadai waktu.
Menjelang tahun 2008, ada seorang pembeli pulsa yang tanya-tanya soal penulis amatir. Rupanya dia sedang menempuh S3 (program doktor). Gayung bersambut, saya pun rela menjadi penulisnya. Soal status masih mahasiswa saya tutup rapat. Dia bahkan tidak tahu, kalau orang yang menjadi rekannya ini belum mendapat gelar. Setidaknya ada 12 makalah untuknya. Meski hanya skor lumayan, tapi hampir semua makalah lolos di depan professor Jogja yang terkenal rada killer dan jeli soal tulisan. Well, ada juga seorang ibu yang menempuh S3 yang saya bantu soal makalah. Ibu dari Jambi itu, rupanya seorang tokoh besar, dan salah seorang fungsionaris partai.
Tahun berikutnya, 2009. Sambil menjadi "penulis amatir" saya melanjutkan hobi menggambar. Lincah dengan Google SkechUp yang membuat dunia kerja di bidang mebel saya masuki. Posisi saya hanya sebagai marketing. Namun, bentuk mebel, membuat saya makin cinta dengan dunia modeling.
Ketika masih senang dengan uang dari hasil menulis, tidak diduga, usaha pulsa saya makin menua dan terlantar. Tidak lama kemudian, terpaksa harus ditutup, setelah 3 tahun bertahan. Bulan berikutnya, dari dunia mebel, juga terpaksa harus berpisah. Ada masalah management internal yang tidak bisa diungkap (tidak etis). Saya pun sudah menuntaskan proposal disertasi untuk dosen-dosen. Sidang tertutup, lalu sidang terbuka pun digelar tanpa kehadiran saya—secara fisik, namun saya puas. Meski skripsi sendiri malah belum tuntas.
Ada kejutan pada tahun 2010. Dengan semangat dan bantuan berbagai pihak—akhirnya dapat hadir di ruang sidang skripsi fakultas Syariah, dan dinyatakan lulus kuliah. Saya menanti dosen-dosen yang minta dibuatkan artikel, namun tidak ada satu pun yang muncul. Rupanya, setelah proyek proposal disertasi yang saya tulis selesai, mereka ada yang tersangkut perkara "kelas pejabat." Isunya begitu. Kami pun berpisah setelah sekian lama menunggu tanpa kata. Ada juga yang kecewa, karena dia tahu, kalau gelar sarjana baru saja saya raih. Dia mungkin malu, mengapa anak S1 bisa kerjakan tugas S3 (mungkin saja). Saya benar-benar sanggup menulis disertasi, meski belum menempuh pasca sarjana. If you think you can, you do.
Setelah lulus, masih juga di Jogja. Sempat masuk ke "dark laboratories" sebagai staff, hanya kerena keterampilan kecil yang saya miliki. Laboratorium komputer yang meneliti teknologi yang akan di-lauching untuk masa depan. Tidak boleh banyak saya singgung, karena janji pada mereka (maaf).
Tahun berikutnya saya kerja di EMKL. Realita hidup yang benar harus dialami. Ijazah sebagai sarjana perbankan dan keterampilan yang ada selalu ditolak bank. Setiap interview, tinggi badan yang kurang dari 160 CM, kurang ganteng, kurang ini dan itu, selalu jadi alasan HRD. Akhirnya, sama seperti kasus buta warna. Saya lompat pagar saja. Saya pilih dunia transportasi dan logistic saja seperti sekarang.
Tahun 2012-2013 makin memantapkan posisi di dunia logistik. Saya mulai fokus untuk membuat artikel soal dunia logistik—terutama dunia warehousing. Namun, ada kalanya lulusan STMT selalu lebih prioritas. Saya sadar. Soal gelar rupanya. Jika buku logistik bisa benar-benar terbit, kira-kira apa kata orang-orang STMT menilai penulisnya dari sisi ijazah? Apakah topik soal pekerjaan saya ini perlu dimasukkan juga ke blog ini akan menjadi gado-gado dengan rasa yang tepat?
Suatu saat, dosen-dosen saya akan sangat bangga, dan tidak menyesali karena memberi nilai yang bagus-bagus kepada mahasiswanya ini, yang dulu "aneh." Orang aneh, selalu melakukan pekerjaan yang juga aneh.
***
Saya pasti tidak tahu. Apakah membaca dari awal hingga bagian ini, kamu senyam-senyum atau tertawa. Atau malah meratapi nasib saya, karena mirip dengan rubrik "Oh Mama Oh Papa.." pada majalah Kartini? Buku "karangan" adek saya sudah 10 (katanya). Kakak ipar sudah lebih banyak lagi, karena dia dosen UGM. Saya merasa senang dikepung orang terdekat yang sukses. Sukses menurut saya hanya hak Allah Swt. So, tetap berkarya biarkan dia datang sendiri. Karena kita tidak tahu jalan hidup, makanya perlu terus belajar dan berusaha. Soal lomba penulisan yang selalu belum beruntung hanya soal nasib, dan kemauan kita untuk terus belajar agar menjadi lebih baik.
Akhirnya, terima kasih telah membaca, mendengar short story tentang saya (2,276 word count). Mohon ambil sisi postif-nya saja. Mohon juga sudi kiranya memberi kritik, yang pasti ini akan jadi koreksi di kehidupan saya mendatang.. Di awal tahun 2014 menyapa. Salam Sukses..
0 Response to "Apa Kabar 2014"
Post a Comment