Perempuan dan Cara Pandang HAM

Melihat cara pandang HAM. Seorang cendikiawan muda, pernah memberikan suatu argumen pada website-nya, tentang masalah etika dan moral. Katanya ada wilayah tertentu yang bisa menjadikan sebuah etika menjadi berlaku, dan ada wilayah tertentu yang tidak boleh diberlakukan. Dia memberikan gambaran pada suatu pagi, melihat beberapa orang wanita yang sedang asik jogging memakai pakaian yang serba “mini.” Dengan pakaian itu, para wanita itu tetap merasa terlindungi berfikir di tengah lapangan—Boston Public Area, meski busana yang dikenakan “hampir telanjang.”

Pemandangan ini tentu saja sangat timpang. Manakala dia membandingkan wanita Barat tersebut, jika ada di wilayah Timur. Barat, sudah sejak lama “menutupi” wilayah ini dengan HAM. Jika wilayah ini dipaksakan untuk etika, tentu saja terjadi konflik. Wanita, berpakaian seperti ini akan menimbulkan hasrat untuk kekerasan, sebut saja dapat dilecehkan. Lebih jelasnya memancing tindak perkosaan. Jika tidak saat kejadian itu, maka di lain waktu dia bisa saja akan menjadi target incaran. Intinya, jika wilayah etika tidak dapat dipaksakan dengan wilayah tertentu.

Katakanlah jika wanita-wanita jogging tadi di lapangan Boston mendapat pelecehan, apakah yang salah HAM, atau cara pandangan terhadap HAM? Saya memberikan contoh lain. Misalnya peralatan elektronik yang kita miliki, sebut saja radio. Setiap orang, termasuk Anda, juga pasti sepakat, bahwa membunyikan radio adalah hak pada wilayah privacy. Suara yang keluar dari radio yang kita miliki adalah kebebasan kita sendiri. Namun, bagaimana jadinya, jika kita terus menerus membunyikan radio—yang milik kita sepenuhnya—secara terus menerus atau disengaja, ditengah malam hari. Apakah salah, jika tetangga akan beramai-ramai mendatangi kita? Kira-kira dalam kasus ini, apakah tetangga yang salah—karena memasuki wilayah privacy, atau kita yang salah—karena mengganggu ketertiban umum?

Kita bicara soal etika dan moral. Karena bekerja pada wilayah ini, tidaklah mudah. Sebagian orang, termasuk Anda, bisa saja mengeyampingkan masalah ini. Terutama bagi mereka yang sepakat dengan Barat. Soal sex dan individualistik merupakan bentuk privacy. Mereka membuang habis masalah etika. Bagi mereka, ada wilayah etika tertentu yang tidak seharusnya tidak dicampuri. Sebut saja pada kasus seks dan perselingkuhan. Wilayah ini tidak menjadi hal yang mencolok, ketika para orang tua tidak dapat mengontrol anak-anaknya. Pendidikan Barat memberikan kebebasan penuh kepada anak, untuk menentukan sikap, untuk berbuat apa pun guna, jika anak tersebut sudah mencapai wilayah dewasa—mungkin dapat diukur dengan baligh.


Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah kita juga dapat dikatakan melanggar HAM, jika kita mengatur “dengan memaksa” anak-anak kita sampai pada usia tertentu, untuk memakai pakaian yang sopan? Cara ini dipandang sangat tidak realistis, jika di tinjau dari mata Barat. Karena setiap orang—atas nama apa pun, berhak melakukan penyimpangan-penyimpangan dengan lindungan HAM.

Yang menarik, jika ada wanita yang bugil—tapi waras—di tengah jalan, dengan maksud menarik perhatian, akan ditindak. Aparat akan menjatuhkan tuduhan, wanita bugil tersebut dengan pasal mengganggu ketertiban umum. Tapi jika memakai pakaian yang setengah telanjang, bagai mereka tidak memancing suatu konflik, akan dibiarkan saja. Atau contoh lain, ketika para artis Barat bugil, bahkan melakukan adegan sex dengan bukan pasangannya, tentu saja atas nama HAM, artis tersebut tidak dikenakan pasal pelanggaran. Bagi mereka, para artis tersebut telah dilindungi dengan pasal HAM, yang membolehkan adegan film seperti itu. Padahal film tersebut mungkin saja, akan ditonton seluruh pemirsa dunia. Pemirsa ini tentu saja, bisa jadi anak-anak.

Dari sini tampaknya jelas, bahwa Barat, juga masih kebingungan dalam menentukan batasan-batasan wilayah HAM. Mana yang yang termasuk wilayah HAM dan mana yang tidak. Mana wilayah etika dan moral menjadi kabur. Tapi yang paling jelas, jika wanita bugil dirumah sendiri, masih dapat dikatakan tidak melanggar HAM, tapi jika bugil ditengah lapangan akan dianggap melanggarnya. Saya pikir pada wilayah ini kita masih satu suara. Yang menjadi hal yang lucu, apabila standar etika dan moral Barat ini ditetapkan pada wilayah Timur. Atau sebaliknya, jika orang-orang memaksakan etika dan moral dengan standar.

Wallahu’a’lam bi ash-shawab

0 Response to "Perempuan dan Cara Pandang HAM"